Jumat, 21 Oktober 2016

DARI TIMUR INDONESIA BANGKIT


Mendidik adalah tugas dari orang terdidik, kita ketahui bahwa tingkat pendidikan yang ada di perkotaan tidak sebanding dengan yang ada di pedesaan. Sarana, prasarana dan informasi yang up to date adalah faktor utama pendidikan kita mengalami kesenjangan. Sebagai mahasiswa yang kuliah mengambil jurusan pendidikan tentunya tidak berdiam diri melihat kondisi pendidikan kita. Peran pemerintah sangat luar biasa untuk membangun Indonesia khususnya di bidang pendidikan. Akan tetapi tanpa  peran dari berbagai kalangan dan kolaborasi dengan pemerintah mustahil pembangunan akan bisa terealisasi. Kami dari mahasiswa tergerak hatinya untuk bisa menjadi jembatan bagi adik-adik yang ada di kepulauan khususnya di daerah saya yaitu Pulau Liukang Loe Desa Bira Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba. Jarak dari Makassar ke Bulukumba kota sekitar 4 jam, dari Bulukumba kota ke Pulau Liukang  kita bisa tempuh dengan angkutan umum ke Bira sekitar 1 jam, dari Bira kita menyeberang menggunakan perahu tradisional sekitar 30 menit untuk bisa sampai ke Pulau Liukang Loe.

Rabu, 07 Januari 2015

Anniversary Rubah Liukang





kakak volunteer
penanaman pohon sukun
Minggu, 28 Desember 2014 adalah tepat satu tahun rumah baca Liukang oleh karena itu kami berinisiatif untuk merayakannya. Seperti kita ketahui bersama ketika acara ulang tahun identik dengan tiup-tiup lilin dan potong kue, kami melakukannya dengan cara yang berbeda dan  lebih bermanfaat yaitu dengan menanam pohon sukun. Berangkat dari keluhan orang yang berdomisili di liukang bahwa alasan utama orang tidak betah untuk tinggal lama-lama disini adalah persediaan air bersih. Air bersih di liukang satu-satunya bisa kita dapat dengan menadah air hujan. Air sumur pun disana terasa payau. Oleh karena itu kami berinisiatif menanam pohon sukun karena banyak referensi mengatakan bahwa fungsi pohon sukun untuk menawarkan air. Itu sudah terbukti di pulau-pulau sekitar makassar dan di kepulaan selayar. 

Kami (Rahmat, Kak Deni, Kak Awan, Wahyu, Imam, Iwan, dan Jeri) berangkat ke liukang menggunakan perahu tradisional yang kita kenal sebagai jolloro dengan membawa 10 batang bibit pohon suku, puluhan buku bacaan dan beberapa karya teman-teman mahasiswa. Disana kami telah di sambut  adik-adik yang dari kemarin menunggu kedatangan kami yang sempat kami tunda  karena cuaca yang buruk. Memang rencana awalnya kami nginap di liukang akan tetapi beberapa volunteer masih ada urusannya yang belum diselesaikan karena iwan harus ambil rapor sekolah dan Kak Deni kami tunggu karena dia tinggal di Kota Bulukumba. Dan  akhirnya kami berkumpul jam 1, melihat cuaca pada waktu itu tidak memungkinkan untuk menyeberang maka kami mengambil keputusan untuk menunda keberangkatan sampai besok.
Setelah kami sampai, pertama-tama yang kami lakukan adalah melapor ke rumah tokoh masyarakat dan akan melakukan kegiatan seperti yang kami komunikasikan beberapa hari yang lalu, di rumahnya kami bagi tugas, ada yang ke rumah baca, ada yang pasang spanduk, ada yang pergi ke sekolah untuk menemui salah seorang gurunya. Di halaman rumahnya lah kami melakukan kegiatan seperti sharing-sharing (introduce, berbagi pengalaman dan Motivasi) , kursus kilat (Bahasa Inggris, Matematika, Seni dan Penjas), penanaman pohon sukun dengan adik panda dan masyarakat). Itulah aksi kecil kami lakukan pada hari itu, niat yang baik akan diringi dengan respon yang baik. Buktinya setelah kami melakukan kegiatan, ada warga yang memanggil kami untuk makan siang, meskipun waktu kami agak mepet karena perahu yang akan kami tumpangi sudah mau berangkat ke bira karena angin yang sudah mulai kencang. Kami tetap kesana untuk mencicipi hidangan yang sangat wahh karena dijamu sedemikian spesial. Ditengah perjalanan kami di hadang ombak besar dan kami langsung putar arah ke rute yang tidak seperti biasanya. Perahu kami sandar di Pelabuhan penyeberangan Bira-Selayar. Thanks a lot of Kak Awan (Volunteer Lampung) yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu di Liukang dan teman-teman volunteer lainnya. Kami tunggu kakak volunteer  sahabat pulau selain SULSELBAR dalam hal ini untuk bisa berbagi ilmu.

Selasa, 09 September 2014

KUALLEANGI TALLANGIA NA TOALIA

Kualleangi tallanga na toalia adalah falsafah hidup masyarakat Bugis Makassar dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial. Filosofi ini mengandung dua makna nilai yang sangat tinggi yang harus ditanamkan dalam diri masyarakat Sulawesi Selatan yaitu nilai pantang menyerah dan kerelaan berkorban. Nilai ini harus tertanam dalam diri manusia sebagai bentuk manifestasi dari nilai-nilai kearifan lokal yang dapat mendorong kelangsungan bermasyarakat untuk selalu berusaha, berjuang, gigih berani demi menggapai hal yang dicita-citakan meskipun harus memilih menyerahkan milik hidupnya yang terakhir yaitu “nyawa”. Kedua nilai tersebut lahir dari trilogi unsur nilai pembangun falsafah kualleangi tallanga na toalia yang harus ditanamkan sebagai bentuk aktualisasi dasar dalam menjaga kultur budaya daerah yang hampir terpinggirkan oleh zaman.

1.      Sirik
Sirik  menurut arti sehari-hari adalah sebagai berikut :
a.       Malu biasa atau malu-malu.
b.      Segan dan disegani.
c.       Dengki, cemburu, sakit hati yang lazim disebut sirik ati.

Sirik dalam pengertian nilai budaya merupakan pandangan hidup masyarakat Bugis-Makassar yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan harkat, martabat serta harga diri baik sebagai individu maupun makhluk sosial. Sirik merupakan adat kebiasaan yang hidup dan melembaga dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan juga merupakan rasa dendam (dalam hal yang berkaitan dengan kerangka pemulihan harga diri yang dipermalukan). Jadi sirik adalah sesuatu yang tabu bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam berinteraksi dengan orang lain. Sirik  juga dapat diartikan menurut arti kata tetapi tidak dapat mewakili arti kata sebenarnya.
Sirik bagi masyarakat Sulawesi Selatan masih tetap merupakan sesuatu yang melekat pada martabat kehadirannya sebagai manusia pribadi dan sebagai warga persekutuan. Sirik dihayati sebagai panggilan mendalam dari pribadinya untuk mempertahankan nilai dari suatu yang dihormati, dihargai dan dimilikinya karena mempunyai arti yang esensial baik bagi dirinya maupun persekutuannya. Istilah sirik dapat dibahas dalam dua bagian yaitu :

a.      Sirik yang berasal dari pribadi yang merasakannya/ bukan kehendak (penyebab dari luar) disebut sirik pakasirik
b.      Sirik yang berasal dari pribadi orang itu sendiri (penyebab dari dalam) disebut sirik massirik 

Sirik sulit dinilai oleh orang yang tidak bersangkutan (abstrak). Banyak hal mengenai sirik yang tidak dapat dituturkan dan banyak diantaranya tidak dapat diterima rasio. Akan tetapi dapat dikesampingkan karena besar pengaruhnya untuk menimbulkan peristiwa-peristiwa yang buruk.

Dari hasil penelitian lapangan dengan membandingkan hasil penelitian kepustakaan oleh Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dalam Andi moeing (1994), sirik adalah sebagai berikut :

a.       Sirik merupakan suatu bagian-bagian integral dari adat istiadat (termasuk hukum adat) di Sulawesi Selatan yang tidak dapat dilepaskan dari sistem nilai yang terdapat dalam masyarakat.
b.      Sirik mengandung segi-segi yang positif di samping segi-segi negatifnya. Segi-segi negatif ini adalah akibat yang bersumber dari sirik tersebut, terutama jika dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dewasa ini, seperti kitab undang-undang hukum pidana dan hukum perkawinan.
c.       Sirik ada hubungannya dengan stratifikasi masyarakat berdasarkan darah kebangsawanan yang sekarang tidak dirasakan lagi.
d.      Sirik yang bermotif kesusilaan masih merupakan hal yang sangat sakral, sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan suatu putusan pengadilan dalam menetapkan kebijaksanaan.
e.       Pendidikan komunikasi yang baik dan peraturan serta cara-cara yang dapat merubah sistem nilai dalam masyarakat merupakan suatu proses yang diperlukan menuju kearah pengurangan akses dalam sirik.

2.      Pacce atau pesse

Nilai budaya yang tidak bisa dipisahkan dengan sirik adalah pacce atau pesse. Pacce menurut arti sebenarnya yaitu pedih. Sedangkan pacce menurut istilah bermakna perasaan belas kasih dan perih yang dirasakan meresap dalam hati seseorang karena melihat penderitaan orang lain, meskipun berlainan suku dan ras. Pacce berfungsi sebagai alat penggalang persatuan, solidaritas, kebersamaan, kesetiaan, rasa kemanusiaan dan motivasi untuk berusaha sekalipun dalam keadaan pelik dan berbahaya. Misalnya seorang pendatang yang tidak dikenal menderita dan kelaparan atau terancam bahaya, dengan nilai pacce seseorang tersebut akan ditolong. Nilai pacce mengajarkan kerelaan untuk berbuat apa saja kepada sesama yang membutuhkan pertolongan meski nyawa taruhannya.

Dari pembahasan diatas, maka dapat diidentifikasi unsur pembangun sirik na pacce yaitu harkat dan martabat manusia, kejujuran dan keadilan, patriotisme, bertanggung jawab, rela berkorban, kreatifitas, kerajinan,  ketukunan, dan persaudaraan (ukhuwah).

Ditinjau dari segi nilai maka sirik na pacce adalah sebagai berikut:
a. Nilai filosofis: merepresentasikan pandangan hidup dan watak orang    Bugis-Makassar mengenai berbagai persoalan kehidupan, yaitu reaktif, militan, optimis, konsisten, loyal, pemberani, dan konstruktif.
b. Nilai etis, yaitu teguh pendirian, setia, tahu diri, berkata jujur, bijak, merendah, ungkapan sopan untuk sang gadis, cinta kepada Ibu, dan empati.
c. Nilai estetis, meliputi kepada alam non insani terdiri atas benda alam tak bernyawa, benda alam nabati, alam hewani dan nilai estetis alam insani.
3.      Sipakatau
Sipakatau adalah konsep yang memandang setiap manusia adalah manusia. Masyarakat bugis hendaklah memperlakukan siapapun sebagai manusia seutuhnya sehingga tidaklah pantas memperlakukan orang lain diluar perlakuan yang sepantasnya. Konsep ini memandang manusia dengan segala penghargaannya. Siapapun dia, dengan kondisi sosial apapun, fisik apapun, dia pantas diperlakukan layaknya sebagai manusia. Masyarakat Sulawesi Selatan memandang manusia lain sebagaimana ia memandang dirinya sebagai manusia.

A.  Afirmasi Nilai Kualleangi Tallanga na Toalia dalam Integrasi Sosial Bangsa

1.      Kualleangi Tallanga na Toalia sebagai Syarat Integrasi Sosial

a.       Dengan nilai pacce anggota masyarakat merasa bahwa mereka harus saling mengisi kebutuhan mereka;
b.      Kualleangi tallanga na toalia merupakan kesepakatan (consenseus) mengenai norma dan nilai yang dilestarikan dan dijadikan pedoman.
c.       Kualleangi tallanga na toalia sebagai nilai dan norma yang berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten.

2.      Kualleangi Tallanga na Toalia sebagai Faktor yang Memengaruhi Lajunya Integrasi Sosial.

a.       Ukuran Kelompok
Dalam implementasi filosofi pinisi kualleangi tallanga na toalia, kelompok masyarakat tidak dikelompokkan (stratifikasi dan diferensiasi sosial) karena akan menimbulkan kesenjangan. Antara satu kelompok dan kelompok lainnya adalah sama karena filosofi ini mengandung nilai kebersamaan dalam mencapai tujuan.
b.      Hemogenitas Kelompok
Filosofi pinisi kualleangi tallanga na toalia mengandung nilai persamaan, jenis, sifat dan watak dari anggota agar tidak terjadi kesenjangan antara satu dan yang lainnya. Hemogenitas adalah solusi ukuran kelompok dalam integrasi sosial dalam mencapai civil society.
c.       Efektifitas Komunikasi
Pelaut pinisi dalam menghadapi tantangan tidak hanya diam dengan keegoisan ilmu masing-masing tetapi di dalam mencapai tujuan pelaut pinisi menggunakan komunikasi yang efektif yang terangkum dalam filosofi kuallengi tallanga na toalia.
d.      Mobilitas Geografis
Integrasi sosial dalam mencapai civil society memerlukan mobilitas geografis. Hal ini terdapat dalam filosofi kuallengi tallanga na toalia yang mengajarkan nilai perjuangan. Pantang menyerah dalam berusaha. Mobilitas geografis harus mengikuti proses pergerakan pinisi, dari Indonesia ke Kanada dengan filosofi yang dijunjung tinggi yakni kualleangi tallanga na toalia. Artinya, mobilitas sosial harus menunjukkan pergerakan secara vertikal.

3.      Kualleangi Tallanga na Toalia sebagai Faktor Pendorong Integrasi Sosial

Kualleangi tallanga na toalia dibangun oleh trilogi nilai yaitu sirik, pacce dan sipakatau sehingga mampu menjadi faktor pendorong terciptanya integrasi sosial. Hal ini mengakibatkan sebagai berikut :
a.       Adanya toleransi antar kelompok berbeda.
b.      Terbukanya kesempatan yang seimbang dalam ekonomi.
c.       Terciptanya sikap saling menghargai orang lain atas pendapatnya.
d.      Terciptanya persamaan ide dalam unsur kebudayaan.



B.     Bentuk Afirmasi Nilai Etika dan Estetika Filosofi Pinisi Kualleangi Tallanga Na Toalia dalam Integrasi Sosial
1.      Afirmasi melalui kurikulum pendidikan
Perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar harus berlandaskan pada asas nilai etika dan estetika filosofi pinisi kualleangi tallanga na toalia, sehingga pesan moral tersebut mampu tertanam dalam proses belajar mengajar. Afirmasi melalui jalur tersebut merupakan hal yang sangat penting karena jalur pendidikan formal adalah sumber belajar yang paling efektif. Selain itu pada kurikulum pembelajaran tersebut seharusnya spesifikasi mata pelajaran mengenai kebudayaan harus ada.
2.      Afirmasi melalui peraturan pemerintah dan peraturan daerah
Dalam merevisi undang – undang pemerintah seharusnya berlandaskan pada nilai – nilai budaya siri’, pacce, na sipakatau. Dengan adanya kandungan nilai –nilai tersebut dalam peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dapat menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
3.      Afirmasi melalui kampanye kebudayaan
Penerapan filosofi pinisi kuallengi tallanga na toalia dalam konteks siri’, pacce, na sipakatau. Dapat di kampanyekan melalui kesenian yakni seni ukir, seni lukis, dan pertunjukan drama sehingga nilai tersebut mampu menjiwai kehidupan bermasyarakat.

C.    Afirmasi Nilai Etika dan Estetika Filosofi Pinisi Kualleangi Tallanga Na Toalia dalam Integrasi Sosial
1.      Penghayatan nilai melalui pengetahuan tentang sejarah kebudayaan bangsa melalui jalur formal dan informal dengan penegasan nilai etika dan estetika pilosofi finisi kualleangi tallanga na toalia  dalam sistem pendidikan tersebut . Misi ini dimaksudkan supaya memahamkan kembali bahwa suatu kebudayaan  mempunyai nilai etika dan estetika tersendiri yang harus selalu dipraktikkan dalam kehidupan berbudaya dan bermasyarakat.
2.      Implementasi (manfaat) nilai etika dan estetika kebudayaan dalam integrasi sosial. Kegunaan adanya nilai etika dan estetika dalam kehidupan dalam masyarakat adalah hal wajib dipertahankan, sehingga pada akhirnya masyarakat menyadari bahwa mempertahankan dan menyelamatkan kebudayaan dengan sistem penerapan nilai harus diletakkan pada ranah terdepan sehingga mewujudkan civil society.
3.      Menjadikan nilai kebudayaan filosofi pinisi kuallenggi tallanga na toalia sebagai acuan untuk menempuh kehidupan masa depan bangsa, dengan terus melakukan kontekstualisasi dan aktualisasi pada berbagai dinamika zaman. Masyarakat harus bisa menyaring kebudayaan baru dengan tetap memprioritaskan kebudayaan asal dengan prinsip siri’, pace, na sipakatau sehingga integrasi sosial dalam bingkai masyarakat yang berbudaya.

D.    Ruang Lingkup Afirmasi Nilai Filosofi Pinisi Kualleangi Tallanga na Toalia dalam Integrasi Sosial Bangsa

Nilai filosofi kualleangi tallanga na toalia dapat diafirmasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupan yaitu :

1.      Aspek Pendidikan

Kualleangi tallanga na toalia dijadikan sebagai semangat dan prinsip bagi seseorang dalam menuntut ilmu. Dengan nilai sirik na pacce yang tertanam dalam dirinya, seorang pelajar akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam menempuh pendidikan. Misalnya, seorang pelajar dari desa menuntut ilmu di kota, ia akan menanamkan dalam dirinya bahwa suatu saat nanti saya harus pulang dengan gelar sarjana karena itu adalah harga mati bagi dia untuk ditunjukkan kepada keluarganya. Hal tersebut tentunya selaras dengan substansi konsep afirmasi yaitu bagaiman seseorang selalu mampu berpandangan positif atau sikap optimisme dalam setiap keadaan.

2.      Aspek Keagamaan

Prinsip kualleangi tallanga na toalia dalam aspek keagamaan yaitu afirmasi nilai ketakwaan, kejujuran, kerelaan berkorban yang merupakan faktor pembangun yang tertuju pada kerukunan antar sesama ummat beragama dalam meningkatkan amal dan usaha untuk kepentingan keluarga, bangsa, dan umat manusia pada umumnya. Adanya nilai siri, pace, na sipakatau akan menjadikan manusia selalu berusaha untuk menjadi insan spiritual yang beraqidah. Selain itu nilai yang terbangun dalam diri manusia tersebut akan menepis konflik antar agama karena adanya nilai sipakatau yang artinya saling menghormati antar manusia sebagai hamba yang sederajat.

3.      Aspek Ekonomi

Prinsip kualleangi tallanga na toalia yaitu kerajinan, kerukunan, kreativitas dan tanggung jawab akan mendorong pada penciptaan lapangan kerja, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang mandiri serta penghormatan tarhadap semua pekerjaan yang mempunyai manfaat bagi peningkatan kesejahteraan hidup keluarga dan masyarakat. Sedangkan kejujuran dan menghormati hak orang lain akan mendorong kompetisi yang sehat diperlakukan dalam pertumbuhan suasana yang serasi dalam bidang-bidang usaha. Afirmasi nilai tersebut akan menjawab problematika kemiskinan sebagai akibat dari sulitnya lapangan kerja di era globalisasi.

4.      Aspek Sosial Politik

Prinsip kualleangi tallanga na toalia yaitu kejujuran, amanah, tawadhu, keberanian, keadilan, kepatuhan dan ketaatan terhadap adat dan hukum adalah dasar yang harus dimiliki oleh setiap warga masyarakat untuk menegakkan kestabilan politik dan ketertiban nasional yang wajib dijunjung tinggi baik oleh pemerintah maupun masyarakat karena hal ini merupakan penunjang utama integrasi social menuju civil society (masyarakat madani). Dengan adanya  siri’ na pace  dalam diri setiap elit politik akan mampu mengurangi terjadinya tindak kejahatan korupsi yang menjadi fenomena kemerosotan bangsa.

5.      Aspek kebudayaan


Dengan prinsip kualleangi tallanga na toalia, setiap masyarakat akan merasa bahwa kebudayaan adalah sesuatu hal yang harus dijaga keberadaannya. Kejujuran dan keadilan, kerajinan dan ketekunan, cinta dan kebenaran yang berprikemanusiaan merupakan faktor pendorong dalam pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan penguasaan teknologi informasi bagi kepentingan pembangunan untuk menaikkan harkat dan martabat manusia. Sedangkan patriotisme dan rasa hormat atas budaya dan nilai budaya merupakan faktor pendorong untuk menggali dan memelihara tradisi patriotik bagi kelangsungan hidup bermasyarakat.

Senin, 08 September 2014

POTRET PENDIDIKAN


 Bone, 23Agustus 2014 adalah saksi sejarah perjalanan hidup saya sebagai volunteer dalam bidang pendidikan, Kabupaten  notabene nya melahirkan banyak cendikiawan dan intelektual muda ini nampaknya cuman dari luarnya aja. Kampung halaman dari Bapak Wakil Presiden RI yang terpilih sekarang mudah-mudahan lebih memperhatikan kampungnya sendiri sebagai agent of chage. Karena  lebih baik sukses dikampung kita sendiri dibanding sukses di kampungnya orang lain. kesenjangan pendidikan masih dialami disini seperti DDI Nur Annas Tompobulu Kec. Libureng Kab. Bone.Saya ingin berbagi pengalaman apa yang saya dapatkan di Bone ke blogger, Pertama menginjak sekolah tersebut kami (saya, Arman dan Abu)

langsung disapa oleh pintu gerbang yang tebuat dari bambu dengan perawakan yang tidak seimbang dengan sisi kanan dan kiri. Halaman yang begitu luas membuat pikiran saya agak tenang karena masih banyak pohon besar yang  terdapat disekolah tersebut. Bangunannya masih terbuat dari kayu teringat karya dari Andrea Hirata yaitu film laskar pelangi, sarana dan prasarana di sekolah ini  seperti buku-buku masih minim. Ruangannya ada 3. 1 kelas untuk MTS sederajat SMP,1 kelas  MA sederajat SMA dan ruangan terakhir itu lah ruang guru. Ruang selayaknya untuk guru bernaung dan melepas dahaga dikala dia sudah mengajar  akan tetapi tidak layak untuk ditempati sebenarnya kalau kita tinjau dengan sekolah yang ada di kota. Akan tetapi, ruangan yang sebegitu tidak layaknya di gunakan berbanding terbalik dengan euforianya para pendidik dan semua siswa-siswinya, semangat dari siswa-siswa DDI Nur Annas untuk belajar luar biasa, kalau di analogikakan seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya. Itu disebabkan karena jarangnya mereka menerima pelajaran. Dalam 1 hari bersyukur sekali kalau mereka menerima pelajaran full. Kami bersyukur sekali datang ke sekolah tersebut karena kami disambut bak sebagai orang asing yang ingin melakukan perubahan .  Sempat sedikit bercerita IBU Nasrah selaku Kepala Sekolah kepada kami mengenai kondisi di sekolah ini. Kedatangan kami sebenarnya cuman untuk bersilaturrahmi karena sekolah tersebut salah satu sekolah binaan kami dengan menjadi salah satu donatur buku-buku. Alhamdulilah, sekarang sudah mempunyai perpustakaan. Meskipun dengan buku seadanya tetapi sangatlah bermanfaat buat adek-adek. Sebuah kehormatan besar bagi kami karena diperkenankan untuk bisa berbagi ilmu dengan siswa-siswa nya, bercerita tentang nasionalisme dan penting nya ilmu membuat semua siswa-siswanya diam terpaku mendengar ocehan dari kami. Ketika saya bertanya ke salah seorang siswa tentang cita-citanya adek-adek apa? Dia menjawab “ingin jadi dokter kak.” Dan saya menjawab “Sebuah cita-cita mulia yang diimpikan ini adek mudah-mudahan bisa tercapai dengan catatan asalkan kamu rajin belajar, oke?” dan adek balik menjawab “Bagaimana bisa belajar kak, kalau suasananya seperti ini.” Tertegunlah mendengar curahan dari adek, rasanya seperti ditampar tetapi yang nampar itu siapa??   Klimaks nya itu ketika saya memainkan harmonika dihadapan adek-adek, seisi ruangan tiba-tiba hening mendengarkan lantunan lagu indonesia pusaka dan kami ber intuisi untuk membuat video dengan berkolaborasi  adek-adek untuk membawakan lagu indonesia pusaka. Sempat di ulang beberapa kali karena kesalahan teknis dalam penggarapan video ini akhirnya cukup memuaskan. Kebersamaan dengan adek-adek lah yang mengunggah hatiku untuk bisa kembali ketempat ini untuk berbagi dengan adek-adek. Senyum dan tertawa lepas mereka seakan-akan tidak memikul beban hirup pikuk kehidupan ini.   

Selasa, 06 Mei 2014

Kegiatan Rumah Baca

Tanggal 3 Maret 2014 adalah hari pertama ke liukang setelah launching rumah baca di bulan desember, alasannya karena bulan januari – februari kondisi cuaca yang ekstrem, bahkan penyeberangan dari bira ke selayar banyak di tunda karena ombak yang besar. Vakumnya volunteer ke liukang tidak membuat anak-anak mengunjungi rumah baca juga ikut vakum, pasalnya kami selalu berkoordinasi dengan guru yang ada disana Ibu Anti untuk memanage proses belajar mengajar di rumah baca yang kebetulan juga buku – buku sementara di titip di bawah kolom rumah Ibu Anti. Hampir Tiap hari anak-anak ke rumah ibu anti belajar karena ibu anti juga sebagai panutannya anak-anak disana, Kami (Rahmat, Asmurino dan Beddu mahasiswa KKN UMI) melakukan kegiatan yaitu mendata semua siswa dari kelas 1 sampai kelas 6. Air mata ini hampir saja menetes ketika sampai ke sekolah SD  liukang, banyak anak-anak yang berkeliaran bahkan ada juga yang pulang ketika masih jam 10. Itu disebabkan guru yang datang ke sekolah Cuma 1 orang, mungkin menurut mereka kondisi ini adalah hal biasa, tetapi menurut saya kondisi ini adalah masalah besar. Niat kami kesana Cuma mendata siswa dan sharing-sharing dengan ibu anti dan kepala dusun (Pak Jafar) akan tetapi kami mendapat tawaran untuk mengisi kelas yang di tinggalkan guru-nya.
Tanggal 5 Maret 2014 adalah kerjasama dengan Pengurus Osis SMA 3 Bulukumba   dengan tujuan penggalangan buku untuk Liukang dan mengajak mereka untuk menjadi volunteer bagi yang berminat untuk menjadi kakak asuh di liukang. Akan tetapi, mendapat respon yang kurang baik dengan guru kesiswaannya, alasannya karena takutnya nanti terjadi hal-hal yang tidak di inginkan ketika menyeberang ke liukang karena membawa nama sekolah.

Tanggal 7 Maret adalah kerjasama dengan Pengurus Osis SMK 6 Perkapalan Bulukumba dengan tujuan sama seperti dengan SMA 3 Bulukumba. Berbeda dengan guru di SMA, guru SMK merespon dengan baik, dia memberikan semua kepada siswa-siswanya yang mau menjadi volunteer.
Tanggal 9 Maret adalah hari ke 2 ke liukang dimana saya mengajak teman – teman dari SMK (Sandi, Riska dan Desta) dan Pemudi Bira (Mirna dan Dita) untuk mendedikasikan ilmu yang dia dapat selama bersekolah, kami kesana membawa 186 buah buku dari donatur sma 3 dan keluarga yang ada di Makassar. Euforia mereka dalam mendidik patut diacungi jempol.