Bone, 23Agustus 2014 adalah saksi sejarah
perjalanan hidup saya sebagai volunteer dalam bidang pendidikan, Kabupaten notabene nya melahirkan banyak cendikiawan
dan intelektual muda ini nampaknya cuman dari luarnya aja. Kampung halaman dari
Bapak Wakil Presiden RI yang terpilih sekarang mudah-mudahan lebih
memperhatikan kampungnya sendiri sebagai agent of chage. Karena lebih baik sukses dikampung kita sendiri
dibanding sukses di kampungnya orang lain. kesenjangan pendidikan masih dialami
disini seperti DDI Nur Annas Tompobulu Kec. Libureng Kab. Bone.Saya ingin
berbagi pengalaman apa yang saya dapatkan di Bone ke blogger, Pertama menginjak
sekolah tersebut kami (saya, Arman dan Abu)
langsung disapa oleh pintu gerbang
yang tebuat dari bambu dengan perawakan yang tidak seimbang dengan sisi kanan
dan kiri. Halaman yang begitu luas membuat pikiran saya agak tenang karena
masih banyak pohon besar yang terdapat
disekolah tersebut. Bangunannya masih terbuat dari kayu teringat karya
dari Andrea Hirata yaitu film laskar pelangi, sarana dan prasarana di sekolah ini seperti buku-buku masih minim. Ruangannya ada
3. 1 kelas untuk MTS sederajat SMP,1 kelas
MA sederajat SMA dan ruangan terakhir itu lah ruang guru. Ruang
selayaknya untuk guru bernaung dan melepas dahaga dikala dia sudah
mengajar akan tetapi tidak layak untuk
ditempati sebenarnya kalau kita tinjau dengan sekolah yang ada di kota. Akan
tetapi, ruangan yang sebegitu tidak layaknya di gunakan berbanding terbalik
dengan euforianya para pendidik dan semua siswa-siswinya, semangat dari
siswa-siswa DDI Nur Annas untuk belajar luar biasa, kalau di analogikakan
seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya. Itu disebabkan karena jarangnya
mereka menerima pelajaran. Dalam 1 hari bersyukur sekali kalau mereka menerima
pelajaran full. Kami bersyukur sekali datang ke sekolah tersebut karena kami
disambut bak sebagai orang asing yang ingin melakukan perubahan . Sempat sedikit bercerita IBU Nasrah selaku
Kepala Sekolah kepada kami mengenai kondisi di sekolah ini. Kedatangan kami
sebenarnya cuman untuk bersilaturrahmi karena sekolah tersebut salah satu
sekolah binaan kami dengan menjadi salah satu donatur buku-buku. Alhamdulilah,
sekarang sudah mempunyai perpustakaan. Meskipun dengan buku seadanya tetapi
sangatlah bermanfaat buat adek-adek. Sebuah kehormatan besar bagi kami karena
diperkenankan untuk bisa berbagi ilmu dengan siswa-siswa nya, bercerita tentang
nasionalisme dan penting nya ilmu membuat semua siswa-siswanya diam terpaku
mendengar ocehan dari kami. Ketika saya bertanya ke salah seorang siswa tentang
cita-citanya adek-adek apa? Dia menjawab “ingin jadi dokter kak.” Dan saya
menjawab “Sebuah cita-cita mulia yang diimpikan ini adek mudah-mudahan bisa
tercapai dengan catatan asalkan kamu rajin belajar, oke?” dan adek balik
menjawab “Bagaimana bisa belajar kak, kalau suasananya seperti ini.”
Tertegunlah mendengar curahan dari adek, rasanya seperti ditampar tetapi yang
nampar itu siapa?? Klimaks nya itu ketika saya memainkan
harmonika dihadapan adek-adek, seisi ruangan tiba-tiba hening mendengarkan
lantunan lagu indonesia pusaka dan kami ber intuisi untuk membuat video dengan
berkolaborasi adek-adek untuk membawakan
lagu indonesia pusaka. Sempat di ulang beberapa kali karena kesalahan teknis dalam
penggarapan video ini akhirnya cukup memuaskan. Kebersamaan dengan adek-adek
lah yang mengunggah hatiku untuk bisa kembali ketempat ini untuk berbagi dengan
adek-adek. Senyum dan tertawa lepas mereka seakan-akan tidak memikul beban
hirup pikuk kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar